POSTTIME, JAKARTA – Langkah Badan Pengawan Pemilu (Bawaslu) mendapat kritikan dari kalangan DPR. Buktinya, Bawaslu yang meneken nota kesepahaman (MOU) dengan 11 lembaga negara untuk mensukseskan Pemilu 2014 dianggap overlap.
Anggota Komisi II DPR asal Golkar Nurul Arifin salah satunya yang tak begitu setuju dengan langkah Bawaslu tersebut. Nurur sangat menyayangkan sikap Bawaslu yang bertindak jauh ke depan di tengah konflik internal KPU dan konflik Bawaslu dengan KPU.
“Menurut saya kinerja Bawaslu sendiri belum maksimal tapi sudah mengajak lembaga lain terlibat di situ. Jadi nantinya malah terlalu gaduh lagi. Mereka juga sibuk punya pekerjaan sendiri. Ngapain lagi diajak-ajak,” ujar Nurul saat diskusi dengan wartawan, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Jumat (16/11).
Nurul bahkan menyatakan Komisi II DPR teledor mensahkan keberadaan Bawaslu karena tanggung jawabnya tumpang tindih dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pasalnya, lanjut Nurul, dulu ceritanya, terjadi pembahasan di Komisi II DPR. Saat itu terjadi perdebatan apakah cukup DKPP saja atau Bawaslu saja. Namun rapat memutuskan kedua-duanya.
“Mungkin kalau saya masuk di (pemilihan legislasi) 2014 saya masuk lagi Komisi II DPR, Bawaslu nggak diadain lagi deh. Bikin pusing. Soalnya belum bekerja tapi sudah mengajak institusi yang lain. Bawaslu belum optimalkan fungsinya. Terlalu rame,” papar mantan artis era 90 an ini.
Sementara itu, kritik terhdapa lemahnya kinerja Bawaslu juga diungkapkan oleh Koalisi Mandiri untuk Pemilu Demokratis (KMPD). LSM ini menilai kinerja Bawaslu bisa dikatakan lebih buruk dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini. Pasalnya untuk isu-isu penyimpangan yang dianggap jelas dilakukan KPU, Bawaslu telat dan bahkan terkesan memilih untuk tidak meresponya.
“Bawaslu luput dalam penerimaan berkas termasuk Sipol (sistem informasi partai politik), tidak ada suara Bawaslu mengenai Sipol dan luput pada verifikasi administrasi parpol,” kata salahsatu koalisi KMPD yang juga Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti, kepada wartawan, kemarin.
Ray mengatakan baru setelah enam bulan menjabat para anggota Bawaslu aktif melakukan pekerjaan dan dalam hal ini para komisioner KPU masih lebih baik karena langsung melakukan tugas dan fungsinya.
“Saya bahkan melihat dibandingkan KPU langsung tune in pada kegiatan karena hampir semua orang yang sudah terlatih dan tak perlu ada bulan madu. Bawaslu ini bulan madu sampai enam bulan, dan saat parpol melapor, baru mereka sadar mereka ini anggota Bawaslu,” kata Ray lagi.
Dia menambahkan saat menyaksikan laporan parpol yang masuk ke Bawaslu, lembaga itu juga terkesan gelagapan mendefinisikan berbagai laporan yang masuk. Bahkan, Ray menilai kalau kinerja KPU masih merah dan bisa diberi angka lima, Bawasalu masih setingkat di bawahnya yaitu angkat empat. Padahal, tambahnya, Bawaslu seharusnya lebih proaktif agar KPU tidak lalai dan melakukan pelanggaran.
“Penyakit Bawaslu ini mengeluh dari dulu dan keluhan aneh tak bisa dapatkan informasi dan data dari KPU, kalau bukan Bawaslu apalagi kita, jadi siapa lagi yang bisa mendobrak ketertutupan KPU itu,” pungkasnya.
Anggota Komisi II DPR asal Golkar Nurul Arifin salah satunya yang tak begitu setuju dengan langkah Bawaslu tersebut. Nurur sangat menyayangkan sikap Bawaslu yang bertindak jauh ke depan di tengah konflik internal KPU dan konflik Bawaslu dengan KPU.
“Menurut saya kinerja Bawaslu sendiri belum maksimal tapi sudah mengajak lembaga lain terlibat di situ. Jadi nantinya malah terlalu gaduh lagi. Mereka juga sibuk punya pekerjaan sendiri. Ngapain lagi diajak-ajak,” ujar Nurul saat diskusi dengan wartawan, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Jumat (16/11).
Nurul bahkan menyatakan Komisi II DPR teledor mensahkan keberadaan Bawaslu karena tanggung jawabnya tumpang tindih dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pasalnya, lanjut Nurul, dulu ceritanya, terjadi pembahasan di Komisi II DPR. Saat itu terjadi perdebatan apakah cukup DKPP saja atau Bawaslu saja. Namun rapat memutuskan kedua-duanya.
“Mungkin kalau saya masuk di (pemilihan legislasi) 2014 saya masuk lagi Komisi II DPR, Bawaslu nggak diadain lagi deh. Bikin pusing. Soalnya belum bekerja tapi sudah mengajak institusi yang lain. Bawaslu belum optimalkan fungsinya. Terlalu rame,” papar mantan artis era 90 an ini.
Sementara itu, kritik terhdapa lemahnya kinerja Bawaslu juga diungkapkan oleh Koalisi Mandiri untuk Pemilu Demokratis (KMPD). LSM ini menilai kinerja Bawaslu bisa dikatakan lebih buruk dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini. Pasalnya untuk isu-isu penyimpangan yang dianggap jelas dilakukan KPU, Bawaslu telat dan bahkan terkesan memilih untuk tidak meresponya.
“Bawaslu luput dalam penerimaan berkas termasuk Sipol (sistem informasi partai politik), tidak ada suara Bawaslu mengenai Sipol dan luput pada verifikasi administrasi parpol,” kata salahsatu koalisi KMPD yang juga Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti, kepada wartawan, kemarin.
Ray mengatakan baru setelah enam bulan menjabat para anggota Bawaslu aktif melakukan pekerjaan dan dalam hal ini para komisioner KPU masih lebih baik karena langsung melakukan tugas dan fungsinya.
“Saya bahkan melihat dibandingkan KPU langsung tune in pada kegiatan karena hampir semua orang yang sudah terlatih dan tak perlu ada bulan madu. Bawaslu ini bulan madu sampai enam bulan, dan saat parpol melapor, baru mereka sadar mereka ini anggota Bawaslu,” kata Ray lagi.
Dia menambahkan saat menyaksikan laporan parpol yang masuk ke Bawaslu, lembaga itu juga terkesan gelagapan mendefinisikan berbagai laporan yang masuk. Bahkan, Ray menilai kalau kinerja KPU masih merah dan bisa diberi angka lima, Bawasalu masih setingkat di bawahnya yaitu angkat empat. Padahal, tambahnya, Bawaslu seharusnya lebih proaktif agar KPU tidak lalai dan melakukan pelanggaran.
“Penyakit Bawaslu ini mengeluh dari dulu dan keluhan aneh tak bisa dapatkan informasi dan data dari KPU, kalau bukan Bawaslu apalagi kita, jadi siapa lagi yang bisa mendobrak ketertutupan KPU itu,” pungkasnya.
Sumber : indopos
Posting Komentar