Home » » Pungutan “Liar” Sekolah di Rembang

Pungutan “Liar” Sekolah di Rembang

Written By KabarInvestigasi on Senin, 12 November 2012 | 08.45

Postime, Rembang-Setiap kita tentu sepakat dengan sebuah ungkapan bahwa jer basuki mawa bea (segala usaha yang dilakukan agar dapat berhasil sesuai dengan harapannya tentunya menggunakan biaya). Siapa bilang sekolah gratis itu berarti tanpa bea/biaya. Tetap saja sekolah itu membutuhkan biaya, hanya saja beban itu kini tidak lagi dipundak wali siswa, akan tetapi ditanggung oleh pemerintah melalui dana BOS. Upaya ini pula yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Rembang melalui pilar pertamanya pendidikan gratis dan bermutu.

Pola pikir ini yang harus disepakati antara orang tua dan pihak sekolah. Jangan sampai dengan adanya BOS pihak sekolah menganggap orang tua hanya modal dengkul menyekolahkan anaknya, sehingga pihak sekolah memandang perlu melakukan tarikan lain sebentuk partisipasi orang tua kepada sekolah melalui iuran. Parahnya, jangan –seolah-olah sekolah gratis (karena memang tidak gratis, tetapi biaya ditanggung pemerintah lewat BOS)—guru malas mengajar siswanya.

Perlu diingat kehadiran BOS merupakan amanat undang-undang sebagai upaya mensukseskan pendidikan dasar. BOS juga merupakan harapan besar bagi orang tua (yang kebetulan tidak diuntungkan secara ekonomi), sehingga tidak ada lagi alasan bagi orang tua tidak dapat menuntaskan pendidikan anaknya sampai dengan SMP hanya karena alasan biaya.

Namun, masih saja ada sekolah yang nakal tetap melakukan pungutan (yang katanya sudah disepakati oleh orang tua—lewat komite sekolah) “liar”, tanpa memahami pemetaan kemampuan ekonomi orang tua siswa. Apa benar komite sekolah itu merupakan representasi suara wali siswa? Tidak selalu. Lebih seringnya merupakan legitimasi sekolah untuk memperoleh dukungan kebijakan sekolah (termasuk anggaran) dari orang tua siswa, masyarakat dan Pemerintah Daerah (dinas pendidikan) dengan mengatasnamakan orang tua siswa. Parahnya jika sudah ada kompromi antara pihak komite dan sekolah untuk melancarkan aksi.

Sebut saja, penulis, sebagai orang tua siswa dari seorang anak yang masih duduk dibangku SD, penulis tidak pernah dilibatkan dalam rapat-rapat demi kemajuan sekolah, hanya memperoleh hasil keputusan sekolah—yang katanya sudah disepakati komite. Yang terbaru berita beredarnya puluhan selebaran kertas foto copy beberapa waktu lalu di Rembang kota. Hal tersebut ibarat gunung es dari praktek-praktek nakal yang dilakukan oleh pihak sekolah meskipun ada BOS. Sekaligus sebentuk tidak semua keputusan komite sekolah merupakan representasi kesepakatan semua orang tua siswa. Diduga ada wali siswa yang menolak dan memilih melancarkan protes secara diam diam, dengan memasang selebaran di sekitar sekolah, alun alun hingga sampai ke jalan Dr Sutomo Rembang.

Selebaran yang sempat menarik perhatian pengguna jalan dan langsung mendapatkan respon Dinas Pendidikan Kabupaten Rembang tersebut terdiri dari dua jenis, yakni berupa tulisan “komite sekolah SD II sama dengan Badan Anggaran DPR RI”, kemudian disampingnya terdapat surat hasil keputusan rapat pleno anggota komite sekolah, mencantumkan sejumlah keputusan :

1. Setiap wali kelas I dikenakan sumbangan sebesar Rp 650 ribu.
2. Wali siswa kelas II – VI dikenakan sumbangan Rp 363 ribu.
3. Pembayaran dapat diangsur tiga kali berutur turut dimulai sejak bulan November 2011 lalu

Pasca beredarnya aksi tersebut, Dinas Pendidikan Kab. Rembang menginstruksikan kepada sekolah tingkat SD – SMP untuk tidak gegabah dalam menetapkan pungutan kepada siswa, karena sudah ada dana bantuan operasional sekolah (BOS). Orang tua/wali murid memang tetap punya kewajiban untuk ikut menyokong anggaran pendidikan, tetapi sifatnya tidak mengikat.

Selalu, kita ini lebih suka melakukan upaya pengobatan dari pada pencegahan. Apakah selama ini dinas tidak melalukan evaluasi terhadap pelaksanaan BOS? Atau kegiatan apapun demi mensukseskan BOS dan mengantisipasi penyalahgunaan BOS. Karena penulis yakin masih ada sekolah yang melakukan pungutan “liar” diluar BOS.

Janganlah, guru kita itu disibukkan mengurusi peng-SPJ-an BOS dengan melupakan tugas mulia utamanya, yaitu mengajar.

Dan satu lagi, perlu sosialisasi yang jelas tentang BOS, bukan saja kepada pihak sekolah akan tetapi juga kepada orang tua/wali siswa, karena tidak semua wali siswa tahu tentang BOS (peruntukannya, batasan-batasan penggunaannya).
Share this article :

Posting Komentar

HUKRIM

  • PSK Narkoba Ditahan Polisi
    POSTTIME, SURABAYA - Ruang penyidikian di Narkoba lantai 5 Polrestabes Surabaya, mendadak menjadi histeris dan mencekam.  Pasalnya disalah satu ruang penyidiki 3 tiba-tiba terdengar suara jeritan dari seorang wanita yang tersandung masalah...
More on this category »
 
HOME | REDAKSI | KARIR
Copyright © 2011. PANTURA PRESS - All Rights Reserved
Powered by MEDIA ONLINE